Dalam ketentuan peraturan perundang-perundangan pajak di Indonesia, terdapat beberapa jenis penghasilan yang dikenakan pajak dan pemotongan/pemungutannya bersifat final (PPh Final). Kata ‘final’ dapat dimaknai bahwa pemotongan/pemungutan pajak tersebut telah selesai, sehingga tidak diperhitungkan kembali dengan pemotongan pajak lainnya.
Dalam pelaporan PPh Badan, penghasilan yang bersifat final dipisahkan dengan penghasilan lain yang dikenakan pajak tidak final, serta PPh Final yang telah dibayarkan tidak dapat menjadi kredit pajak.
Jenis Penghasilan yang Dikenai Pajak Bersifat Final
Jenis penghasilan yang dikenai pajak yang bersifat final diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU Pajak Penghasilan. Namun, pada beberapa objek PPh, seperti PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 15 juga terdapat pemotongan/pemungutan yang bersifat final.
Dalam SPT Tahunan PPh Badan, jenis penghasilan yang dikenakan PPh Final dilaporkan pada Formulir 1771 – IV. Berikut perinciannya:
- bunga deposito dan tabungan lainnya, dan diskonto SBI/SBN;
- bunga atau diskonto obligasi;
- penghasilan penjualan saham yang diperdagangkan di bursa efek;
- penghasilan penjualan saham milik perusahaan modal ventura;
- penghasilan usaha penyalur/dealer/agen produk BBM;
- penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan;
- persewaan tanah dan/atau bangunan;
- imbalan jasa konstruksi;
- perwakilan dagang asing;
- pelayaran/penerbangan asing;
- pelayaran dalam negeri;
- penilaian kembali aktiva tetap; dan
- transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa.
Bagi wajib pajak badan yang menggunakan tarif PPh Final 0,5% sesuai PP 55/2023 melaporkan penghasilannya pada kolom penghasilan lainnya yang dikenakan PPh Final.
Perlakuan PPh Final dalam SPT Tahunan PPh Badan
Perlakuan PPh Final dalam penghitungan SPT Tahunan PPh Badan di antaranya:
- penghasilannya tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum dalam SPT Tahunan PPh Badan;
- Biaya yang dikeluarkan sehubungan untuk menghasilkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenai PPh Final tidak dapat dikurangkan; dan
- bukti Potong PPh Final tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak bagi pihak yang dipotong dan/atau dipungut
Kewajiban Pembukuan Secara Terpisah
Dalam hal wajib pajak menjalankan kegiatan usaha yang penghasilannya dikenakan PPh Final serta PPh Nonfinal, wajib pajak melakukan pembukuan secara terpisah. Hal ini diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, yang berbunyi:
“(1) Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal:
- memiliki usaha yang penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan tidak final;
- menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan objek pajak; atau
- mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan.”
Pembukuan secara terpisah merupakan proses pencatatan yang dilakukan secara teratur dengan melakukan pemisahan pencatatan untuk setiap transaksi, penghasilan dan biaya-biaya antara kegiatan usaha yang dikenai PPh dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU Pajak Penghasilan dengan kegiatan usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Namun, pada Pasal 27 ayat (2) PP 94/2010 disebutkan bahwa jika biaya sehubungan penghasilan final dan nonfinal tidak dapat dipisahkan, wajib pajak dapat melakukan penghitungan biaya secara proporsional. Atas biaya yang berkaitan dengan PPh Final, dilakukan koreksi fiskal positif.
Sebagai contoh, PT X bergerak dalam bidang usaha yang penghasilannya dikenakan PPh Final. Dalam suatu tahun pajak, PT X memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp500.000.000 yang terdiri dari:
- penghasilan dari usaha yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar Rp300.000.000; dan
- penghasilan bruto lainnya yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final sebesar 200.000.000.
Diketahui biaya-biaya yang tidak dapat dipisahkan setelah dilakukan penyesuaian fiskal adalah sebesar Rp250.000.000. Maka, penghitungan biaya yang boleh dikurangkan bagi PT X dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah sebesar:
2/5 x Rp250.000.000 = Rp 100.000.000